Gakkum Kehutanan Tindak PT BMU, Terbukti Tambang Nikel Ilegal di Kawasan Hutan Morowali

Minerba.id – Pemerintah kembali menunjukkan ketegasan terhadap pelaku perusakan hutan. Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkum Kehutanan) bersama Satgas Penegakan Kawasan Hutan (PKH) Halilintar resmi menjatuhkan sanksi administratif kepada PT Bumi Mineral Utama (BMU). Perusahaan tersebut kedapatan melakukan aktivitas tambang nikel ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

Operasi gabungan yang berlangsung sejak 25 Oktober hingga 4 November 2025 ini membongkar aktivitas tambang tanpa izin yang dilakukan oleh PT BMU bersama tiga kontraktornya — PT JJA, PT HGI, dan PT MMP. Tim di lapangan bahkan menyita 29 truk berisi bijih nikel sebagai barang bukti penambangan ilegal di area hutan negara.

Hasil verifikasi lapangan oleh Satgas Halilintar mengungkapkan bahwa total area yang dibuka mencapai 62,15 hektare, semuanya tanpa izin pemanfaatan kawasan hutan. Tindakan ini melanggar Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 50 ayat (2)(a) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang telah diperbarui melalui UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Akibat aktivitas ilegal tersebut, negara diperkirakan mengalami potensi kerugian hingga Rp 2,35 triliun atau setara USD 145 juta.

Komandan Satgas PKH Halilintar, Mayjen TNI Febriel Buyung Sikumbang, menegaskan bahwa langkah ini menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam menindak tegas kejahatan lingkungan.

“Kami mengutamakan sanksi administratif, tetapi jika perusahaan tidak patuh atau tidak menyelesaikan denda, proses hukum pidana akan kami lanjutkan,” tegasnya.

Sementara itu, Dirjen Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menambahkan bahwa operasi ini mencerminkan komitmen kuat pemerintah dalam menjaga hutan Indonesia.

“Operasi bersama ini memperkuat efek jera bagi pelaku kejahatan kehutanan dan menegaskan sikap zero tolerance terhadap pelanggaran lingkungan,” ujarnya.

Dukungan juga datang dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, yang memastikan akan melakukan pelacakan keuangan untuk mengungkap siapa saja pihak yang diuntungkan dari jaringan tambang ilegal tersebut.

Menutup pernyataannya, Direktur Penegakan Hukum Tindak Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, menegaskan bahwa proses penegakan hukum tidak akan berhenti di pelaku lapangan.

“Kami akan mengejar aktor intelektual dan para pendana di balik aktivitas ini. Prinsip kami jelas: Ultimum Remidium, hukum harus jadi alat terakhir namun pasti,” tegasnya.

Langkah tegas ini menjadi sinyal kuat kolaborasi lintas lembaga — mulai dari aparat hukum, militer, hingga instansi lingkungan — dalam melindungi ekosistem hutan dan memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan di Sulawesi Tengah dan seluruh Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *