Minerba.id – Ketua Gerakan Pemerhati Kepolisian Republik Indonesia (GPK RI), Abdullah Kelrey, menyoroti dugaan lemahnya penindakan tambang ilegal di Kalimantan Timur, khususnya di Kabupaten Berau. Ia mempertanyakan keseriusan Polda Kaltim dalam menindak aktivitas penambangan batu bara tanpa izin yang disebut masih beroperasi hingga kini.
“Bagaimana masyarakat mau percaya kalau Polda Kaltim benar-benar serius memberantas tambang ilegal, sedangkan di Berau, yang bahkan dekat dengan Polres, tambang ilegal masih jalan terus? Ini depan mata, kok bisa dibiarkan?” ujar Kelrey, Minggu (10/11/2025).
Kelrey juga menduga adanya kemungkinan keterlibatan oknum aparat dalam praktik tambang ilegal tersebut. Ia meminta Kapolri untuk segera mencopot Kapolda Kalimantan Timur, karena menurutnya persoalan ini sudah lama disuarakan masyarakat tanpa respons nyata.
“Kalau Kapolri juga tidak bertindak, jangan salahkan kalau publik menduga ada aliran jatah dari tambang ilegal ke petinggi tertentu,” tambah Kelrey yang juga dikenal sebagai Founder Nusa Ina Connection (NIC).
Menurutnya, sistem pengawasan tambang di wilayah Berau terbilang lemah dan perlu evaluasi menyeluruh agar hukum benar-benar ditegakkan.
Sebelumnya, Kapolda Kalimantan Timur Irjen Pol Endar Priantoro menegaskan komitmennya untuk menindak tegas seluruh aktivitas tambang batu bara ilegal di wilayah hukumnya.
“Sejak saya menjabat sebagai Kapolda, saya tegas menyatakan sikap anti terhadap tambang ilegal,” ucap Endar dalam keterangannya kepada awak media.
Ia menjelaskan, Ditreskrimsus Polda Kaltim telah menangani sekitar delapan hingga sembilan kasus tambang ilegal yang kini sedang berproses secara hukum.
“Sudah ada beberapa kasus yang kami tangani, dan semua prosesnya berjalan sesuai aturan,” tambahnya.
Namun, Endar menegaskan setiap kasus tambang harus dilihat berdasarkan konstruksi hukum dan norma yang berlaku, karena tidak semua aktivitas penambangan otomatis tergolong pelanggaran.
Selain itu, ia juga menyinggung aturan jarak minimal tambang terhadap permukiman, yang diatur dalam Permen LH Nomor 4 Tahun 2012—yakni sekurang-kurangnya 500 meter.
“Masih ada perdebatan terkait jarak tambang dengan pemukiman warga. Itu akan kami kaji lebih dalam,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Kapolda memastikan bahwa seluruh laporan masyarakat soal tambang ilegal akan ditindaklanjuti secara transparan dan tanpa tebang pilih.
“Semua laporan kami proses. Tidak ada yang kami biarkan,” tegas Endar.




