Tembaga: Sumber Daya Kritis yang Berisiko Kekurangan

Minerba.id – Tembaga semakin menjadi titik panas strategis dalam transisi energi. Menurut analisis IEA dalam laporan khusus tembaga, permintaan tembaga global untuk teknologi energi bersih (“cleantech demand”) naik dari sekitar 6.311 kiloton (kt) pada 2023 menjadi diproyeksikan 12.001 kt pada 2030 dalam skenario “Announced Pledges” (APS). IEA+2criticalminerals.id+2 Total permintaan tembaga (cleantech + penggunaan lainnya) juga diperkirakan akan naik dari ~ 25.855 kt pada 2023 menjadi ~ 31.128 kt pada 2030. IEA+1

Namun, dari sisi pasokan, IEA memperingatkan adanya potensi kekurangan besar. Berdasarkan proyek tambang yang telah diumumkan saat ini, pasokan primer tembaga mungkin tidak cukup untuk memenuhi permintaan di masa depan. Dalam skenario APS, laporan IEA memproyeksikan defisit pasokan hingga 35% pada tahun 2035. sites.utexas.edu+2IEA+2 Penurunan kualitas bijih juga menjadi hambatan utama: rata-rata kadar tembaga di pertambangan saat ini dilaporkan telah turun sekitar 40% sejak tahun 1991. sites.utexas.edu

IEA juga menyoroti bahwa konsentrasi produksi sangat tinggi. Pada 2024, porsi tiga negara penambang tembaga teratas mencapai ~ 48% dari produksi mining, dan porsi tiga negara pemurnian teratas adalah ~ 59%. IEA+1 Dari perspektif risiko, kesenjangan pasokan bisa mulai terbentuk pada akhir 2020-an, bahkan dalam skenario optimis. sites.utexas.edu

Selain itu, IEA mencatat peran baru tembaga di sektor data center dan AI: penggunaan tembaga di pusat data (termasuk AI) bisa mencapai 250–550 kt pada 2030, yang setara dengan 1–2% dari total permintaan tembaga global, tergantung seberapa cepat infrastruktur AI berkembang. sites.utexas.edu Semua ini menegaskan bahwa transisi energi tidak hanya membuat tembaga semakin penting, tetapi juga meningkatkan risiko jangka menengah dan panjang dari pasokan yang ketat dan sangat terdistribusi secara geografis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *