Minerba.id – Seorang pekerja dari PT Supra Bara Energi (SBE) dilaporkan hilang setelah tertimbun longsor di area bekas tambang perusahaan tersebut pada Selasa (21/10/2025) sekitar pukul 12.30 WITA. Korban diduga terjatuh ke dalam danau bekas galian tambang setelah tanah di sekitar lokasi mengalami longsoran hebat. Gelombang air besar dari danau itu mengguncang area sekitar, diduga akibat pergeseran material tambang yang tidak stabil.
Peristiwa ini kembali membuka luka lama soal kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan batu bara di Kalimantan Timur. Lubang-lubang bekas galian yang dibiarkan menganga tanpa reklamasi menjadi ancaman nyata bagi warga dan pekerja tambang.
“Fenomena longsor seperti ini bukan hal baru. Banyak lubang tambang yang berubah menjadi danau raksasa tanpa sistem drainase dan pemantauan geoteknik yang memadai. Begitu hujan deras turun, tanah jadi jenuh dan mudah ambruk,” kata Dr. Andi Prasetyo, pakar lingkungan dari Universitas Mulawarman.
Lubang Tambang Jadi Bom Waktu
Data dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebut, ratusan lubang tambang di Kaltim dibiarkan terbuka setelah aktivitas eksploitasi selesai. Banyak di antaranya berada dekat pemukiman warga dan jalur aktivitas masyarakat. Kondisi ini menciptakan risiko longsor, banjir lokal, hingga tenggelamnya korban — termasuk anak-anak yang bermain di sekitar lokasi tambang.
PT SBE bukan satu-satunya perusahaan yang disorot. Kasus serupa pernah terjadi di area tambang lain di Kutai Kartanegara dan Samarinda. Namun, penegakan hukum terhadap pelanggaran reklamasi masih dinilai lemah.
Sanksi untuk Perusahaan Tambang Lalai
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan, perusahaan tambang wajib melakukan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010. Jika lalai, perusahaan dapat dikenakan sanksi mulai dari denda administratif, pencabutan izin, hingga pidana lingkungan.
“Perusahaan tambang tidak bisa lepas tangan begitu saja. Setiap bekas galian harus direklamasi untuk mencegah tragedi serupa,” ujar pejabat KLHK yang enggan disebut namanya.
Tragedi di PT Supra Bara Energi menjadi pengingat bahwa harga mahal eksploitasi alam tidak hanya berupa kerusakan lingkungan, tapi juga nyawa manusia. Tanpa pengawasan ketat dan komitmen pemulihan lingkungan, lubang tambang akan terus menjadi jebakan maut yang menunggu korban berikutnya.





