Minerba.id – Diduga akibat lemahnya penerapan keselamatan kerja, seorang karyawan PT Supra Bara Energi (SBE) tertimbun longsor saat bertugas. Hingga kini, korban belum ditemukan.
Tragedi memilukan kembali terjadi di area pertambangan milik PT Supra Bara Energi (SBE) yang berlokasi di Inpit Dump Utara Pit 55, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Longsor yang terjadi pada Selasa sekitar pukul 15.00 WITA itu menelan korban jiwa bernama Setya Budi Utomo, seorang Foreman Pompa asal Pulau Jawa. Korban diketahui tengah bertugas mematikan pompa yang berada dekat lereng tambang ketika tanah tiba-tiba runtuh dan menimbunnya.
Sumber Internal menyebut pihak perusahaan melarang karyawan mendokumentasikan kejadian dan meminta agar seluruh rekaman yang sempat diambil dihapus. Tindakan tersebut memicu kritik karena dianggap menutup-nutupi fakta dan mengabaikan transparansi.
Lebih disayangkan lagi, aktivitas tambang PT SBE dilaporkan tetap berlangsung pada malam hari meski insiden tragis baru saja terjadi. Situasi ini menimbulkan sorotan tajam dari berbagai pihak yang menilai perusahaan seolah tidak menghormati nasib karyawannya sendiri.
Siswansyah dari Padepokan Hukum Kaltim menilai peristiwa ini mencerminkan lemahnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan PT SBE. Ia menegaskan bahwa perusahaan tambang seharusnya memiliki komitmen kuat terhadap keselamatan pekerja, bukan hanya mengejar target produksi.
“Kami mendesak aparat penegak hukum, mulai dari Polda Kaltim hingga Mabes Polri, untuk melakukan penyelidikan menyeluruh. Jika terbukti lalai, perusahaan wajib bertanggung jawab secara hukum dan moral,” tegas Siswansyah.
Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya bersama beberapa lembaga hukum di Kalimantan Timur akan melaporkan kasus ini ke Kementerian ESDM dan KLHK. Mereka mendesak agar izin operasional PT SBE dievaluasi dan dicabut sementara waktu hingga proses investigasi selesai dilakukan.
Dalam dunia pertambangan, keselamatan kerja seharusnya menjadi prioritas utama. Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik (Good Mining Practice) serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, perusahaan tambang wajib memastikan seluruh aspek keamanan di lapangan terpenuhi. Mulai dari pengawasan lereng tambang dan potensi longsor, penyediaan alat pelindung diri, hingga pelatihan dan simulasi tanggap darurat bagi seluruh pekerja.
Jika perusahaan lalai dan mengakibatkan korban jiwa, sanksi berat dapat dijatuhkan sesuai Pasal 190 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba yang memungkinkan pencabutan izin usaha. Selain itu, Pasal 359 KUHP mengatur ancaman pidana hingga lima tahun penjara bagi pihak yang terbukti lalai dan menyebabkan kematian seseorang. Permen ESDM juga memberi kewenangan kepada pemerintah untuk memberikan sanksi administratif berupa teguran, penghentian sementara, atau pencabutan izin operasi.
Sementara itu, Padepokan Hukum Kaltim berencana menemui pihak ESDM Provinsi Kalimantan Timur untuk meminta klarifikasi dan memastikan apakah inspektur tambang telah menerima laporan resmi mengenai tragedi tersebut.
“Jangan jadikan tambang sebagai kuburan bagi para pekerja. Keselamatan harus menjadi prioritas, bukan sekadar formalitas,” ujar Siswansyah menegaskan




